Roy Sasongko adalah seorang ahli teknologi chip processor yang masih
berusia belia, penuh bakat, punya intelektualitas memadai dan bermasa depan
cerah. Roy bekerja pada perusahaan yang bernama PT. Fast Manufacturing
Processor, suatu perusahaan multinasional berbasis IT yang cukup disegani.
Sebagai lulusan dari sebuah institut teknologi terkemuka , Roy masuk ke
perusahaan dengan langsung mendapatkan promosi dan posisi yang cukup tinggi,
mengingat IPnya yang mencapai 3,25. Namun dalam 6 tahun berikutnya, ia
memutuskan meninggalkan perusahaan dengan kondisi yang mengecewakan. Apakah
yang terjadi sebenarnya?
Setiap hari bekerja, Roy melakukan kegiatan di ruang lingkup
pekerjaannya dengan cukup baik. Awal mulanya pengetahuannya yang didapat di
bangku kuliah dan hasil observasi yang cukup mendalam pada waktu magang di
perusahaan lain sangat bermanfaat. Rutinitas pekerjaan tiap-tiap hari
dijalaninya. Namun sayangnya, Roy sangat terpaku pada pekerjaan yang
dilakukannya dan mengabaikan penambahan pengetahuan dan informasi. Ia berencana
berlangganan majalah IT sesuai bidang keahliannya, edisi awal ia baca dan
pelajari dengan baik, namun edisi-edisi berikutnya hanya menumpuk sebagai
pajangan saja hingga akhirnya ia memutuskan berhenti berlangganan majalah
tersebut.
Sempat terpikir
juga untuk mengambil kuliah pasca sarjana, namun angan-angan tersebut hanya
menjadi impian saja karena sehabis bekerja, Roy segera pulang ke rumahnya,
mengendarai mobil yang membutuhkan waktu 1 jam 30 menit perjalanan, ia terlalu
lelah dan menghabiskan waktunya dengan menonton televisi selama beberapa jam,
bersandar di kursi empuk kesayangannya sebelum tidur.
Rencana untuk mengambil kursus tambahan, hanya sampai di keinginan
saja.Suatu ketika perusahaan bermaksud mengirimkan Roy mengikuti program
magister keluar negri selama 1 tahun penuh, dengan biaya kantor agar ia dapat
memperdalam ilmu chip prosesornya. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal:
keluarganya, kejemuan bersekolah, kehilangan teman, ia meminta agar hal
tersebut ditunda dahulu.
Pernah perusahaan
bermaksud mengirimkannya ke training bagi para manager secara intensif selama 3
minggu full yang diselenggarakan lembaga V Consulting, lembaga pengembangan
diri terkemuka – di luar kota, lagi-lagi Roy menolaknya, mengingat pada waktu
itu adalah masa liburan sekolah anaknya dan istrinya sedang hamil, sehingga
kehadirannya sangat dibutuhkan
Roy juga kurang
membangun jaringan dengan para ahli di bidangnya, kehidupannya bekisar antara
pekerjaan dan keluarga. Ada beberapa temannya yang mengajaknya untuk bergabung
dalam Himpunan Profesional Insinyur ICT Indonesia, yang senantiasa mengadakan
pertemuan rutin seminggu sekali untuk membahas kemajuan serta perkembangan
terbaru ilmu pengetahuan IT maupun profesi mereka. Dalam prakteknya
keanggotaannya adalah keanggotaan tidak aktif, karena ia lebih suka
menghabiskan waktu berjalan-jalan, bermain game komputer dan menonton televisi
di rumahnya.
Dapat dikatakan
bahwa Roy praktis tidak pernah lagi menambah pengetahuan apapun, kecuali ilmu
yang diperolehnya di bangku kuliah dan pekerjaan rutin yang dilakukannya. Pihak
perusahaan pun mulai menyadari hal ini dan melihat bahwa kontribusi Roy ke
perusahaan tidak kunjung mengalami peningkatan berarti. Kesempatan
mengembangkan diri juga senantiasa ditolaknya. Tahun-tahun berikutnya Roy
merasakan bahwa perusahaan bertindak kurang adil kepadanya karena dalam proses
penilaian ia selalu gagal dipromosikan, ia merasa kecewa dan frustasi mengingat
ia merupakan seorang lulusan universtias terkemuka dengan Indeks Prestasi yang
cukup tinggi. Ia menganggap bahwa pekerjaan yang dilakukannya sudah cukup baik.
Akhirnya ia memutuskan untuk keluar.
Sementara itu, Elok Hestiningrum, masuk ke sebuah Bank Swasta nasional
terkemuka dari level “clerk”, ia hanya seorang dengan kemampuan biasa, IPnya
hanya 2,6 dari skala 4 dari sebuah universitas swasta baru dan berlokasi agak
di pinggir kota Jakarta. Ia melamar sebagai Teller dan harus membagi waktu
antara kuliah dan memberikan les privat kepada murid SMA untuk membiayai
kuliahnya. Bagaimana masa depannya? Seperti kebanyakan orang dengan kemampuan
tidak istimewa, orang-orang melihat masa depan Elok biasa-biasa saja.
Pekerjaannya
dilakukan dengan tekun dan perhatian, bukan hanya hal teknis namun juga
hubungan dengan customer ia tekuni. Di sela-sela kesibukan bekerja ia mengambil
kursus mengenai operasional perbankan dan ilmu service mengenai cara melayani
pelanggan. Jarah tempuh dari rumah ke kantor yang memakan waktu 4 jam tiap-tiap
hari, ia manfaatkan waktu di bus dengan membaca buku-buku yang memperdalam
pengetahuannya. Setahun menjabat sebagai Teller, mengingat kecakapannya dalam
bersosialisasi ia dipindahkan ke bagian Customer Service. Ia melakukan tugasnya
dengan prima dan berpengaruh kepada hasil yang dicapai oleh cabang tersebut.
Selang 3 tahun bekerja Elok dipromosikan untuk menduduki kepala cabang yang
bertanggung jawab atas operasional, marketing dan kredit. Elok cukup mengetahui
dasar-dasar marketing, namun mengenai kredit ia masih buta. Ia segera mengambil
training tentang kredit serta menambah pengetahuannya di bidang pemasaran.
Tidak lupa ia juga menjalin relasi dengan rekan-rekan kuliahnya dan
kolega-kolega di bidang marketing, kredit maupun operasional.
Suatu ketika perusahaan menwarkan Elok untuk mengikuti training
Leadership selama 2 minggu penuh di luar kota. Kesempatan tersebut tidak
disia-siakan. Saat rekan-rekannya mengangap training ini sebagai refreshing, ia
menganggap sebagai kesempatan untuk mendapatkan hal-hal baru untuk dipraktekkan
dalam pekerjaan sehari-hari. Prinsip-prinsip leadership yang didapat waktu
training ia jalankan pada saat kembali ke pekerjaannya dengan konsisten dan
disiplin.
Pada tahun ke 5 di
Bank tersebut, Elok telah berkemban pesat, menguasai pekerjaan, mempunyai
kemampuan operasional dan marketing yang mencukupi, serta memiliki kemampuan
memimpin yang cukup menonjol dan jaringan yang cukup luas. Akhirnya ia ditarik
ke kantor wilayah dan dipromosikan kembali pada tahun ke 6 untuk menjadi
pemimpin wilayah Jakarta Selatan.Pengembangan dirinya tidak berhenti sampai disitu,
Elok menyempatkan diri untuk mengambil kuliah pasca sarjana pada tahun ke 7
dengan biaya sendiri. Keinginannya yang kuat untuk terus berkembang,
ketekunannya dalam melakukan pekerjaan, membuat wawasannya juga semakin luas,
tidak heran pada tahun ke 10 ia diangkat menjadi Kepala Divisi Retail Business
di Bank tersebut. Sampai dengan saat ini, Elok masih tetap aktif belajar,
mengisi waktu luangnya dengan hal-hal yang berguna sambil menikmati
pekerjaannya.
Semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar